Panen Lebah Madu

Panen Lebah madu di kebun kopi dapat dilakukan setahun 3 kali.

Madu di Sarang Lebah

Madu lebah diketahui memiliki banyak khasiat yang banyak diminati oleh masyarakat.

Kebun Kopi

Dalam integrasi ini, kebun kopi berperan sebagai penghasil pakan lebah madu berupa nektar dan pollen.

Madu Lebah

Dalam pengintegrasian ini, madu lebah dimanfaatkan untuk dijual sehingga meningkatkan pendapatan dari petani.

Stup Lebah Madu

Ternak lebah disini sama seperti ternak lebah di tempat lainnya yaitu dengan ternak di dalam stup lebah.

Friday, May 16, 2014

Integrasi Beternak Lebah Madu di Kebun Kopi

Integrasi Lebah Madu dengan tanaman Kopi
         Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Hal ini dikarenakan, dengan adanya pengintegrasian antara tanaman dengan ternak maka akan  meminimalkan tingkat kerugian yang akan dialami oleh petani. Mengapa demikian, karena dengan dilakukan model integrasi antara tanaman dengan ternak, maka akan terjadi simbiosis mutualisme yang akan menguntungkan petani, dengan catatan pengintegrasian dilakukan secara tepat sasaran.

        Lebah madu dipilih karena sampai saat ini peternakan lebah madu masih belum optimal di Indonesia sedangkan kebutuhan akan produk hasil dari Lebah madu sangat menjanjikan utamanya Madu, Royal Jelly, Bee Pollen dan Propolis. Seperti yang telah diketahui, harga dari produk-produk hasil dari Lebah madu sangat menjanjikan jika digunakan sebagai peluang usaha. Sedangkan lahan Kopi dipilih dalam system perintegrasian ini karena katersediaannya yang cukup banyak dan belum dimanfaatkan lebih lanjut, hanya untuk menanam tanaman kopi saja.

        Pada integrasi ini terjadi simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan antara lebah madu dengan tanman kopi, Lebah madu mampu menghasilkan madu pada saat kopi belum dipanen dan membantu penyerbukan dari tanaman kopi sedangkan tanaman kopi akan meberikan pakan kepada lebah madu berupa nectar dan pollen. Disamping itu, dengan pengintegrasian ini, diharapkan Lebah madu mampu meningkatkan produktifitas dari tanaman Kopi yang di hasilkan di daerah Ngaglik, Kabupaten Blitar. Seperti yang telah diketahui dari  (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar, 2009) Kaupaten Biltar hanya mampu menghasilkan Kopi 895 ton/ha dibandingkan dengan produksi ideal sebesar 1,540 ton/ha sehingga diharapkan dengan pengintegrasian lebah madu dengan tanaman kopi di salah satu desa di Kabupaten Blitar akan mampu meningkatkan produksi Kopi kabupaten Blitar. Kakutani et al. (1993) menyatakan bahwa tidak seperti serangga lain (misalnya kupu-kupu dan semut), lebah menjalankan penyerbukan bunga dengan tidak menimbulkan akibat samping yang merugikan tanaman. Oleh karena itu lebah bukan hama tanaman, tapi malah membantu menaikkan produksi. (Rustama,2013) juga menjelaskan bahwa dengan bantuan penyerbukan oleh lebah, produksi kebun kapas, kebun buah-buahan, kebun bunga matahari, dan kebun mentimun mencapai kenaikan produksi berturut-turut sebesar 25%, 25-50%, 50-60%, dan 62.5%.
        Meskipun kualitas dari lebah madu yang diternakkan dari kebun kopi tidak sebaik dengan hasil madu yang diternakkan di kebun kelengkeng, namun madu yang dihasilkan dari kebun kopi akan meningkatkan ketersediaan dari madu yang masih banyak dibutuhkan, dan dicari oleh konsumen. Selain dari kebun kopi dan kelengkeng, lebah madu juga diternakkan di kebun stoberry, tanaman kacang-kacangan, tanaman hortikultura. Dari kesemuanya disimpulkan bahwa adanya integrasi beternak lebah madu di kebun memberikan feedback positif kepada petani.

        Penelitian integrasi lebah dengan tanaman telah dilakukan oleh Kazuhiro (2004) dan Biesmeijer dan Slaa (2004) yang mengintegrasikan lebah madu dengan tanaman kacang-kacangan. Penelitian yang serupa telah dilaksanakan oleh Klein et al. (2003) pada kopi, Kremen et al. (2002) pada pada daerah pertanian hortikultura, Kakutani et al. (1993) dan Katayama (1987) pada tanaman strawberry. Tetapi penelitian masih difokuskan pada jasa lebah sebagai agen penyerbukan., sedangkan peranan tanaman sebagai sumber penghasil pakan lebah masih sangat sulit didapatkan.

        Upaya mengatasi permasalahan budidaya lebah madu dan perkebunan kopi tersebut di atas yang belum pernah dilakukan adalah mengitegrasikan pembangunan peternakan lebah dengan tanaman kopi dalam suatu konsep kawasan. Diharapkan dengan memperhatikan hal itu permasalahan utama yaitu rendahnya pendapatan peternak/petani dapat teratasi.

        Produksi madu dari peternakan lebah dengan integrasi lebih tinggi sejalan dengan perkembangan populasi lebah dan ketersediaan nektar. Hal ini menunjukan bahwa produksi madu berkorelasi positif dengan ketersediaan nektar. Di dukung penemuan Husaeni (1986) yang melakukan penelitian tentang hubungan kegiatan mencari makan lebah madu (Apis cerana Fabr.) dengan volume nektar dan perkembangan jumlah bunga kaliandra (Calliandra callothyrsus Meissn.) di desa Pager Wangi, Bandung pada bulan Januari hingga Maret, 1986 dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kegiatan lebah dengan ketersediaan nektar di sekitar koloni.

 

         Dilihat dari frekuensi panen, lebah madu di kebun kopi bisa dipanen 5 kali dalam setahun atau dua kali panen lebih banyak dibandingkan dengan koloni lebah yang dipelihara di luar kebun kopi yang hanya mampu panen tiga kali setahun. Ini terjadi karena madu yang diproduksi koloni lebah yang dipelihara di luar kebun kopi dikonsumsi kembali untuk mempertahankan hidupnya.

        Sebelum dilakukan pengintegrasian, sebalumnya dipastikan adanya ketersediaan pakan secara berlanjut untuk pakan lebah madu. Menurut Husaeni (1986) Produksi nektar diperoleh data 0.64 ml per 25 kuntum per hari, berarti produksi nektar kebun kopi adalah 18,14 ml/pohon/hari. Selama petani menanam kopi dengan kepadatan 2000 batang/ha maka produksi nektar pada saat kopi berbunga adalah 36,27 l/ha/hari. Produksi nektar kebun kopi rata-rata per hari adalah 18.14 ml/pohon/hari, berarti dengan kepadatan pohon kopi 2000 pohon/ha, rata-rata produksi per hektar kopi adalah 36,286.08 ml/ha/hari. Bila kebutuhan nektar lebah madu 145 ml/stup/hari .

        Berdasarkan perhitungan diatas, jika dalam satu hektar kebun kopi mampu menyuplai pakan untuk 250 koloni lebah, maka jika rata-rata tegal/kebun kopi yang dimiliki oleh petani rakyat adalah 300 m2 atau setara dengan 0,3 ha, maka dengan lahan tersebut mampu menyupali pakan untuk 75 koloni lebah. Dengan demikian jika tidak ada predator penghisap nectar maupun pollen dari tanamna kopi dapat mencukupi peternakan lebah dengan skala usaha 75 koloni. Untuk mengantisipasi adanya predator lain pengisap nektar kopi dan cuaca yang buruk yang menyebabkan bunga kopi menurun, yang dijadikan patokan dalam menentukan jumlah koloni adalah produksi nektar, bila 25% nektar diperkirakan dikonsumsi serangga lain, berarti pada saat produksi nektar minimal, kebun kopi diperkirakan mampu mencukupi maka disarankan untuk menyebarkan lebah sebanyak 56,25 dibulatkan ke bawah menjadi 55 stup/koloni per 0,3 hektar kebun kopi.

         Madu kopi memiliki beberapa keunggulan daiantaranya yaitu, madu kopi mempunyai warna, rasa dan aroman yang khas. Madu yang dihasilkan dari lebah yang diberi pakan nektar kopi memiliki sukrosa (28%) dan berwarna amber muda (light amber) dan aroma yang khas (Department of Agriculture and Food Western Australia, 2009), madu yang dihasilkan dari lebah yang diberi pakan nektar kopi memiliki frukrosa tinggi (38%), berwarna amber dan aroma yang khas (Saepudin, 2011)Madu kopi juga bermanfaat bagi kesehatan Pusbahnas (2008) melaporkan bahwa madu kopi (madu yang berasal dari lebah yang diberi pakan nektar kopi) berkhasiat dalam meningkatkan daya tahan tubuh, membuat nyenyak tidur, memperlancar fungsi otak dan dapat menyembuhkan luka bakar. Madu kopi juga memiliki harga yang cukup tinggi dipasaran tidak kalah dengan madu dari jenis lain, Madu yang dihasilkan dari nectar bunga kopi mempunyai kandungan gizi yang tinggi, sehingga harga jualnya relatif tinggi (Rosalina, 2011).

        Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa beternak lebah madu di kebun kopi menguntungkan petani pemilik lahan kopi. Hal ini dikarenakan peningkatan pemasukan petani dari produk hasil dari lebah madu berupa madu kopi yang harganya relative tinggi di pasaran. Selain itu dengan adanya integrasi lebah madu dengan tanaman kopi akan meningkatkan produktifitas dari tanaman kopi.  [Lailya]

DAFTAR PUSTAKA

Biesmeijer J.C., Slaa E.J. (2004) INFORMATION FLOW AND ORGANIZATION OF STINGLESS BEE FORAGING, APIDOLOGIE 35, 143–157.
Department of Agriculture and Food Western Australia. 2009. BEE POLLINATION BENEFITS FOR OTHER CROPS. http://wwwtest.agric.wa.gov.au/PC_91812. html?s=0. diakses pada 8 Mei 2014
Departemen Pertanian.2014. PERKEMBANGAN LUAS AREAL DAN PRODUKSI PERKEBUNAN KOPI Luas (Hektar)Produksi (Ton) DI INDONESIA MENURUT PENGUSAHAAN TAHUN 1996-2014** Diakses pada tanggal 8 Mei 2014
Husaeni, E. A. 1986. POTENSI PRODUKSI NEKTAR DARI TEGAKAN KALIANDRA BUNGA MERAH (CALLIANDRA CALOTHYRSUS MEISSN). Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani, Jakarta
Kakutani T., Inoue T., Tezuka T., Maeta Y. (1993) POLLINATION OF STRAWBERRY BY THE STINGLESS BEE, TRIGONA MINANGKABAU, AND THE HONEY BEE, APIS MELLIFERA: AN EXPERIMENTAL STUDY OF FERTILIZATION EFFICIENCY, Res. Popul. Ecol. 35, 95–111.
Katayama E. (1987) UTILIZATION OF HONEYBEES AS POLLINATORS FOR STRAWBERRIES IN PLASTIC GREENHOUSES, Honeybee Sci. 8, 147–150 (in Japanese).
Kazuhiro, A. 2004. ATTEMPTS TO INTRODUCE STINGLESS BEES FOR THE POLLINATION OF CROPS UNDER GREENHOUSE CONDITIONS IN JAPAN
Klein A.M., Steffan-Dewenter I., Tscharntke T. (2003) FRUIT SET OF HIGHLAND COFFEE INCREASES WITH THE DIVERSITY OF POLLINATING BEES, Proc. R. Soc. Lond. B 270, 955–961.
Kremen C., Williams N.M., Thorp R.W. (2002) CROP POLLINATION FROM NATIVE BEES AT RISK FROM AGRICULTURAL INTENSIFICATION, Proc. Natl Acad. Sci. (USA) 99, 16812–16816
Rosalina Yessy, Alnopri,  Prasetyo. 2011. DISAIN KEMASAN UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH MADU BUNGA KOPI SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH. Jurnal Agroindustri Vol. 2(1):1-6